SELAMAT DATANG DI BLOG PUSKESMAS MEKARSARI

Minggu, 13 Juni 2010

Mendeteksi Gejala Kurang Hormon Testosteron


Hormon Testosteron atau hormon seks pria sejatinya akan menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan level testosteron ini biasanya ditandai dengan beberapa gejala yang mirip dengan gejala akibat proses penuaan.

Tanda apa saja yang menunjukkan terjadinya defisiensi testosteron?

Testosteron selama ini dikenal sebagai hormon laki-laki, tapi hormon ini juga diperlukan perempuan. Jika kadar hormon ini menurun maka akan muncul keluhan dan bisa menurunkan kualitas hidup seseorang.

"Testosteron diperlukan untuk merangsang otot, tulang, darah, energi, fungsi seksual seperti ereksi dan orgasme, fungsi kognitif dan kenyamanan secara umum," ujar Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS dalam acara simposium nasional PERKAPI dengan tema Pencegahan dan Penanggulangan Penuaan Dini di Hotel JW Marriot, Jakarta, Sabtu (15/5/2010).

Prof Wimpie menuturkan ada beberapa gejala yang timbul jika seseorang mengalami penurunan kadar testosteron, yaitu:

Untuk perempuan:
Motivasi seksual yang menurun.
Penurunan lubrikasi vagina dan juga fantasi seksnya.
Kepadatan tulang dan massa otot yang berkurang.
Frekuensi insomnia yang meningkat.
Sering mengalami sakit kepala tanpa sebab.

Untuk laki-laki:
Komposisi tubuh yang berubah terutama meningkatnya lemak di perut.
Rambut yang mulai berkurang.
Fungsi seksual yang menurun.
Gangguan tidur dan suasana hati.
Penurunan rasa kenyamanan seperti lelah, depresi, bingung dan berkeringat di malam hari.

"Untuk mendiagnosis penurunan testosteron ini didasarkan pada gejala yang muncul, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan laboratorium. Pada laki-laki biasanya melakukan Aging Males Symptom (AMS) scale, sedangkan pada perempuan hanya berdasarkan gejala dan pemeriksaan laboratorium," ungkap Prof Wimpie.

Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami defisiensi testosteron atau tidak, bisa dengan cara menjawab pertanyaan berikut ini:

1. Apakah libido dan dorongan seksual menurun akhir-akhir ini?
2. Apakah merasa lemas dan kurang bertenaga?
3. Apakah daya tahan dan kekuatan fisik menurun?
4. Apakah tinggi badan berkurang?
5. Apakah merasa kenikmatan hidup mulai menurun?
6. Apakah sering merasa kesal atau mudah marah?
7. Apakah kekuatan ereksi kurang kuat?
8. Apakah merasakan penurunan kemampuan dalam berolahraga?
9. Apakah sering mengantuk dan tertidur setelah makan malam?
10. Apakah merasakan adanya perubahan atau penurunan prestasi kerja?

"Jika jawaban no 1 dan 7 adalah 'ya' atau ada 3 jawaban yang 'ya' selain pada no tersebut, kemungkinan kadar testosteronnya menurun. Tapi hal ini harus dicek lagi dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium," ujar Prof Wimpie yang juga menjadi ketua Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI).

Untuk mengatasi hal ini bisa dengan cara melakukan testosteron replacement theraphy, yaitu sejenis terapi dengan cara memberikan hormon testosteron yang fungsinya sama dengan testosteron alami di dalam tubuh. Terapi testosteron ini ada dalam bentuk pil atau gel yang berguna untuk short acting dan melalui injeksi untuk long acting.

Untuk perempuan biasanya hanya menggunakan yang short acting dan dosisnya hanya sepertiga atau seperempat dari dosis untuk laki-laki.

"Pengobatan ini berlangsung jangka panjang, sehingga harus terus dimonitor agar bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Diperlukan monitoring selama waktu 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan untuk melihat hasilnya dan ada efek samping atau tidak," imbuhnya.

Perawatan testosteron ini tidak hanya meningkatkan fungsi seksual, tapi juga semua aspek yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup.

Berdasarkan penelitian di Departemen Andrologi dan Seksologi Universitas Udayana ditunjukkan bahwa terapi testosteron ini dapat meningkatkan jumlah pembuluh darah dan merangsang jaringan fibrovasculer.


Sumber: Vera Farah Bararah - detikHealth